Karta Widjaja: Sajak Januari 2017

MENYEDUH KOPI PANCONG KIRIMAN SAHABAT
Karta Widjaja, 1 Januari 2017

aku bersaksi, sesungguhnya kopi yang kuseduh ini adalah kiriman cinta yang tak putus dari mata air jernih di kalbu yang bening. karena itu, kureguk sececap demi sececap, singkawang dan pontianak, kita terikat dengan kasih yang saling menguatkan meskipun dicacah jarak.

ombak menepi
angin menyemilirkan buih

hanya doa dan terima kasih, semoga setiap tetes kopi ini akan melukis langit dengan warna dan adegan kedamaian. damai di hatimu, damai di hatiku, damai di hati kita, damai di semesta.

Tabik untuk Kang Edi Kuswandie, Setiaji Purnasatmoko, Mustofa Najib, Yudi Latif, Gangsar Sukrisno, Amar Mbandung, Guspika, Hawe Setiawan, PakDe Mukti Sr., Dharono Trisawego, dll


Karta Widjaja: Sajak Januari 2017
aku menyukai laut, karena dulu berjarak sedepa dari rumah


ETSA LAUT
Karta Widjaja, 7 Januari 2017

aku menyukai laut, karena dulu berjarak sedepa dari rumah. aku menyukai debur dan perjalanan bersama ombak, aku menyukai pernik-pernik bintang yang memantul di buih setelah jaring ditebar kemudian rangkaian perbincangan membentuk adegan di ayunan gelombang sambil mendengarkan siaran radio yang lamat dikirim angin sebelum malam dibekuk pagi, dan setelahnya jaring ditarik sambil membayangkan aroma kopi.

burung camar dan ikan terbang
anugrah tersamar di pelipis lengang

tetapi, kadang aku tak menyukai laut karena beberapa tetangga tak berkabar hingga kini, beberapa sahabat berjibaku pada benang antara nafas dan air, timbul tenggelam dikepung api dan maut di tubir. sesekali, aku tak menyukai laut karena tipis bedanya antara menunggu atau diperalat sunyi yang getir.


LELAH
Karta Widjaja, 14 Januari 2017

memenuhi panggilan matahari adalah menata cahaya di lubang jendela yang merentas sepanjang jaga. kadang berseliweran seperti kapuk pecah di tengah udara, diterbangkan kehendak yang memusnah

hari masih pagi
keributan sudah dimulai

lalu secangkir kopi terhidang dari gelisah hutan yang ditebang kegelapan. aromanya seperti pernah kita kenal sebelum embun terakhir menitik di palung lengang, sungguh beruntung sungsang mata, ketika jagat riuh kantuk membekap tertidur, ketika lengang, menggeliat bersama senandung.

pepadian tumbuh di mimpi bulan
kegersangan menelikungmu bersama kerontang

silahkan oh silahkan, sempurnakan permainan, bila diperlukan tumbukan saja antara karang dan tanduk bebal. kami hanya menghindar, tetap melipir bersama kaum yang berkeringat seharian.



VARIASI PADA LAGU DANGDUT
Karta Widjaja, 15 Januari 2017

malam pecah di penghujung musim bersama bulir padi yang selesai diketam. bebunga dan dedaun tengadah, pepohon meliuk untuk diri berlatih menari. memang, setelah dicecar sawah ladang, akan tiba otot dilenturkan melalui dendang.

satu dua lima enam
yang dendam akan tenggelam 1)

sepagian itu, ada dengung di belukar, "hati terasa merintih saat perpisahan 2)", bisikmu pada awan gulung bergulung mengunyah hujan di pelupuk senja. hari tak ada karena hanya rembesan luka yang menetes terus di perban kenangan, "hanya pada dangdut bisa kugerakan seluruh kecewa menjadi karbon yang dibakar kesepian", lanjutmu dengan terpejam.

satu dua satu delapan
bebau rakus sedang mengambang

sudahlah, nada terakhir sudah dibungkus kekabut, gelap merayap dan beringsut, melalui jendela tidur kalimatmu merunut, "tapi bila tak terbalas, aku tak sakit hati". beberapa orang masih menyelipkan parang dan belati, di dasar kalbu yang makin ringkih.

1) penggalanan pantun karya Lana W Soka
2) penggalan syair "Penantian" yang didendangkan Mansyur S
3) penggalan syair "Syahdu" yang didendangkan Rhoma Irama


ODE IBU KETIKA DI PAWON
(catatan di sebuah sampul buku)
Karta Widjaja, 24 Januari 2017

Ibu, kami tahu yang kau racik sebagai bumbu itu adalah campuran antara keringat, air mata, kasih yang lengkap, harapan, dan doa yang dibakar melalui api pasrah dalam ada dan tiada.

kami melahapnya dengan berebut
hanya ketika matahari terbit atau surut.

Ibu, kami paham bahwa yang kau hidangkan ini bukan hanya tumpukan nutrisi, tapi catatan tentang darah yang bertahan dari gempuran selera melalui penglihatan. mencecap masakanmu bebunga mekar dan pelangi luruh.

Terimakasih Maia R di Lombok semoga buku berikutnya memyusul terbit, salam takjim selama perjalanan buat Rachma Usagi, Steve, Pitriati Solihah, Yudi Fajar, juga Mary Ani sekeluarga yang dengan lapang menyediakan tempat dan waktu untuk ngopi


MALAM MAKIN MALAM
Karta Widjaja, 26 Januari 2017

kami tak khawatir jalanan terang karena diawasi lengang, kadang perdu dan pelepah menampar angin yang meniupkan bara dan sesekali sulur damai meringkusnya di ujung ranting gelagah.

ada yang mendatangi
ada yang mengirim pesan lewat tivi
saling mengunci

beberapa tempat terkumpul ranting, sudah setahun dijerang kering. hanya dengan hawa, akan membakar dirinya di lanskap senja. wahai penyulut api, tundukan diri sampai ke hening, jangan kau lepaskan panas itu, seluruh jiwamu akan digarang pandai besi, bahkan jika berkali-kali dilahirkan kembali.

terbebat kayon di ketiak bumi
sungguh berat lakon kami

bila kami melampaui malam, maka akan kami dongengkan hikayat keinginan kelam, hanya kepada air mata yang membanjir di selokan dan gang.


SAJAK MENIKAH
Karta Widjaja, 28 Januari 2017

buat Dadan M Syuhada dan Devi

aku menerimamu, kamu menerimaku seperti hujan dan rumput, basahnya membuat kesegaran dan harapan tumbuh. tentu saja, akan ada delik tentang salah memahami, salah menafsirkan, salah menerjemahkan, dan salah menyikapi. tetapi,berpasangan itu justru akan makin berwarna dengan segala salah dan turunannya.

selamat menikah, selamat menanam bahagia. rahayu.
BAGIKAN
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment