Karta Widjaja: Sajak Maret 2017

BARANGKALI AKU HANYALAH
Karta Widjaja, 1 Maret 2017

Sesobek catatan buat Iis R. Soelaeman

aku hanyalah selembar kesedihan yang memahat gegulung mendung hingga cahaya menerobos di halaman: rumahku. tentu di rumahku ini telah tumbuh berbagai rasa hidup dengan bunga dan buah yang rimbun. sebagian kupupuk dengan mata air, sebagian kusuburkan dengan air mata yang menerobos dari sungai di lambungku hingga batas tak hingga.

bebatuan dan rerumputan
perdu melayu di taman kenangan

aku hanyalah selembar keceriaan yang disuntik senyum Rana sebelum musim penghujan. sungguh, tak satu cuacapun yang mampu melemahkan hatiku, bahkan jika deras hujan api menyerbu esok dan lusaku. tersenyumlah Rana bagi Ibu, hanya bagi Ibu.


Sajak Karta Widjaja Maret 2017


FRAGMEN PERJUMPAAN
Karta Widjaja, 19 Maret 2017

di lembah yang ditaburi kabut dengan kerapatan seperti cadar subuh yang belum lengkap, aku menemuimu, masih senyum yang sama dengan binar yang mengerjap di bebungaan kopi dan buih dari sungai menenun jurang. begitu saja, seperti percakapan kita di bebukit Cigembong antara beku udara dan kincir yang berderik semalaman memantik pijar listrik berpendaran.

telah kau sempurnakan bangunan
telah kau rengkuh anak-anak di perladangan
dengan huruf dan hitungan

aku percaya, kamu akan terus membaca melalui panel surya, juga dari cara pohon bertumbuh dan bayi binatang yang ditinggalkan di musim penyusuan. "mungkin ibunya telah terserang penyakit setelah digigit anjing gila," bisikmu dengan was-was, tenanglah semesta akan bekerja kapan saatnya melimpas.

sepotong kerupuk di piring besi
sungai tebal menceruk di kalbumu yang jernih

Colek Yufik, Candra Kusuma, Asep Kurniawan, Irwan Nirwana, Firkan Maulana, Erwin Suryana, Airiyanto Assa, Nuzul Iskandar, dan sahabat-sahabat yang hidup di pedalaman.




EPIK KEHILANGAN
Karta Widjaja, 25 Maret 2017

semestinya, dengan orang-orang yang kita cintai, kita bisa menenun berbagai impian dengan warna-warna cerlang hingga matahari tenggelam. tetapi, lebih sering terjadi, mereka lebih dahulu berkemas meniti tangga langit dengan senyum tersisa di daun pintu. kita tak akan pernah bertemu lagi, berbincang tentang nada yang menetak harmoni di pita rekaman sebelum lagu berdendang. kita terpisah, meskipun tetap rekat di ruang hatimu, juga hatiku.

malam sepi bahkan ketika berbintang
bunga hidup ada yang mati, juga ada yang berkembang

lalu laut
membuka lorong buat airmata yang mengalir hingga palung terdalam. tidak, bukan kesedihan, hanya semacam isyarat yang tak kerjap karena hati berasa pecah seluruh uratnya, beberapa waktu seperti menjadi kaku, tak mampu mencerna ada dan tiada, wewangian dan kemerduan serasa pahit di lidah, bebukit yang hijau mengelam hingga hanya abu-abu samar. sepanjang sore itu engkau berbisik:
"untuk yang telah pergi
aku memeluknya dalam ramai dan sunyi
hingga bagianku nanti."

jadi, sesungguhnya yang kita miliki adalah nanti, suatu hari: nanti.


FRASA KETIKA SAKIT
Karta Widjaja, 30 Maret 2017

rindu yang purba ini, selalu melekat di kalender jiwaku, dari detik ke detik. itu makanya aku bergegas sebelum fajar, karena dinihari sering meringkus penantian dengan kejam.

detak berpilin
tehentak dalam panas dingin

mungkin saja, yang keemasan adalah tipuan, kebeningan jatuh dari daun, layaknya wirid, tersambung ke gegunung hingga berderit.


SILSILAH KUNANG-KUNANG
Karta Widjaja, 31 Maret 2017

lahar dari gegunung yang meletusakan pijar, akan melahirkan kunang-kunang yang bekerjap ketika menemukan mata air di malam hari. ia seperti mengirim khabar bagi pelanduk kehausan dalam kelana tak berbatas. di siang hari, ia akan menyamar menjadi sebagian bulir padi dengan sayap bilur abu-abu, lesap hingga maghrib ke seribu.

persawahan mendatar
bertumbuhan bangunan kekar

sejak itu, beregu kunang-kunang mengungsi ke hutan pekat, dipayungi dedaunan yang rapat, tanpa cahaya dan terseduh udara dingin mencekat. kunang-kunang itu musnah bersama kampung terakhir di ujung lembah.

gunung tertinggi
kemudian memadamkan api
hingga didih
dibekukan sunyi.
BAGIKAN
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment